Bismillahirrahmanirrahim...
Jarang
orang merumuskan tujuan hidupnya. Merumuskan apa yang dicari dalam hidupnya,
apakah hidupnya untuk makan atau makan untuk hidup. Banyak orang sekedar
menjalani hidupnya, mengikuti arus kehidupan, terkadang berani melawan arus, dan
menyesuaikan diri, tetapi apa yang
dicari dalam melawan arus, menyesuaikan
diri dengan arus atau dalam pasrah
total kepada arus, tidak pernah dirumuskan secara serius. Ada orang yang
sepanjang hidupnya bekerja keras mengumpulkan uang, tetapi untuk apa uang itu
baru dipikirkan setelah uang terkumpul, bukan dirumuskan ketika memutuskan
untuk mengumpulkannya. Tentulah dalam hidup ini kita membutuhkan pedoman layak
nya sebuah peta kehidupan. ALLAH selalu memerintahkan kepada kita sebagai hambaNya untuk selalu berpedoman kepada Al Quran dan Al Hadist. Pedoman tersebut yang akan selalu menghantarkan kita untuk menggapai Ridho ALLAH SWT.
Berdekat-dekatlah
dengan Al-Quran, pandangan akan menemukan kejernihan. Secanggih apa pun sebuah
gagasan, pemikiran; selama tidak bersandar pada Al-Quran, selama tidak dibimbing
Al-Quran, hanya akan berkutat pada persoalan teknis. Bukan sesuatu yang ideal.
Hanya akan berkutat pada materi dan materi.
Itulah
yang diraih peradaban Barat saat ini. Sekilas kehidupan masyarakatnya seperti
makmur sejahtera, padahal nilai-nilai sosial di sana sudah luntur. Idealita
hidup menjadi begitu dangkal. Nilai hidup dan kemanusiaan menjadi tidak begitu
dihargai. Begitu
pun ketika umat Islam berjarak dengan Al-Quran. Semakin jauh, pola pikir akan
terjebak pada persoalan materi. Masalah yang muncul tidak pernah terselesaikan.
Karena gagasan tidak mampu menyentuh persoalan inti, cuma berkutat pada yang
kulit.
Upaya
perubahan tidak akan punya arti jika tanpa ada pembenahan pada jiwa manusia.
Allah swt. berfirman, “…Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan
sesuatu kaum sehinga mereka mengubah keadaan yang ada pada jiwa mereka sendiri….”
(Ar-Ra’du: 11)
Berdekat-dekatlah
dengan Al-Quran, langkah akan mendapat bimbingan. Siapa pun kita, tetap tidak
bisa keluar dari sifat sebagai manusia. Kadang melangkah dengan semestinya,
kadang juga tersasar. Inilah di antara kelemahan manusia yang tidak bisa
menentukan dengan kemampuan dirinya: mana jalan yang benar, dan mana yang
tidak. Ia butuh bimbingan.
Kalaupun
ia tersasar karena sifat manusianya, akan ada rasa tidak nyaman. Firasat
imannya seperti memberikan sinyal. Bisa dalam bentuk kegelisahan, keraguan, dan
sebagainya. Ia tidak lagi butuh teguran apalagi hukuman. Cukup dengan isyarat
dari Allah swt., kesadaran pun kembali segar.
“Hai
orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada
Rasul-Nya (Muhammad), niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian, dan
menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan dan Dia
mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Hadiid: 28)
Kini
semua pilihan terhampar. Petunjuk dan rambu-rambu pun sudah diberikan. Tinggal
kita yang harus menentukan: memilih jalan bersama Al-Quran, atau tidak. Maha
Benar Allah dalam firman-Nya, “…maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah
ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir….” (Al-Kahfi:
29)
google.com