Senin, 28 Januari 2013

KEPEMIMPINAN RASULULLAH DI ZAMANNYA


BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Adakah manusia yang mampu mengubah kekufuran menjadi keimanan, kemusyrikan menjadi ketauhidan, dan kemaksiatan menjadi ketaatan dalam suatu negara besar hanya dalam waktu 23 tahun? Ya, Rasulullah SAW telah membuktikannya. Beliau mampu melakukan itu dengan kepemimpinan yang luar biasa.



BAB II
PEMBAHASAN

a.  Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama. Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Sedangkan kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan pap yang diinginkan pihak lainnya.”The art of influencing and directing meaninsuch away to abatain their willing obedience, confidence, respect, and loyal cooperation in order to accomplish the mission”. Kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhidan menggerakkan orang – orang sedemikian rupa
untuk memperoleh kepatuhan, kepercayaan, respek, dan kerjasama secara royal untuk menyelesaikan tugas – Field Manual 22-100.
  

b.  Tipe-tipe Kepemimpinan

1.    Tipe Kepemimpinan Kharismatis
Tipe kepemimpinan karismatis memiliki kekuatan energi, daya tarik dan pembawaan yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya dan pengawal-pengawal yang bisa dipercaya. Kepemimpinan kharismatik dianggap memiliki kekuatan ghaib (supernatural power) dan kemampuan-kemampuan yang superhuman, yang diperolehnya sebagai karunia Yang Maha Kuasa. Kepemimpinan yang kharismatik memiliki inspirasi, keberanian, dan berkeyakinan teguh pada pendirian sendiri. Totalitas kepemimpinan kharismatik memancarkan pengaruh dan daya tarik yang amat besar.

2.    Tipe Kepemimpinan Paternalistis/Maternalistik
Kepemimpinan paternalistik lebih diidentikkan dengan kepemimpinan yang kebapakan dengan sifat-sifat sebagai berikut: (1) mereka menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak/belum dewasa, atau anak sendiri yang perlu dikembangkan, (2) mereka bersikap terlalu melindungi, (3) mereka jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil keputusan sendiri, (4) mereka hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada bawahan untuk berinisiatif, (5) mereka memberikan atau hampir tidak pernah memberikan kesempatan pada pengikut atau bawahan untuk mengembangkan imajinasi dan daya kreativitas mereka sendiri, (6) selalu bersikap maha tahu dan maha benar.
Sedangkan tipe kepemimpinan maternalistik tidak jauh beda dengan tipe kepemimpinan paternalistik, yang membedakan adalah dalam kepemimpinan maternalistik terdapat sikap over-protective atau terlalu melindungi yang sangat menonjol disertai kasih sayang yang berlebih lebihan.


3.    Tipe Kepemimpinan Otokratis (Outhoritative, Dominator)
Kepemimpinan otokratis memiliki ciri-ciri antara lain: (1) mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan mutlak yang harus dipatuhi, (2) pemimpinnya selalu berperan sebagai pemain tunggal, (3) berambisi untuk merajai situasi, (4) setiap perintah dan kebijakan selalu ditetapkan sendiri, (5) bawahan tidak pernah diberi informasi yang mendetail tentang rencana dan tindakan yang akan dilakukan, (6) semua pujian dan kritik terhadap segenap anak buah diberikan atas pertimbangan pribadi, (7) adanya sikap eksklusivisme, (8) selalu ingin berkuasa secara absolut, (9) sikap dan prinsipnya sangat konservatif, kuno, ketat dan kaku, (10) pemimpin ini akan bersikap baik pada bawahan apabila mereka patuh.

 
4.    Tipe Kepemimpinan Demokratis
Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia dan memberikan bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi pekerjaan pada semua bawahan, dengan penekanan pada rasa tanggung jawab internal (pada diri sendiri) dan kerjasama yang baik. kekuatan kepemimpinan demokratis tidak terletak pada pemimpinnya akan tetapi terletak pada partisipasi aktif dari setiap warga kelompok.
Kepemimpinan demokratis menghargai potensi setiap individu, mau mendengarkan nasehat dan sugesti bawahan. Bersedia mengakui keahlian para spesialis dengan bidangnya masing-masing. Mampu memanfaatkan kapasitas setiap anggota seefektif mungkin pada saat-saat dan kondisi yang tepat.

KEPEMIMPINAN PADA ZAMA NABI MUHAMMAD SAW
Dalam suatu telaah terhadap seratus tokoh berpengaruh di dunia, Muhammad saw diakui sebagai seorang tokoh yang paling berpengaruh dan menduduki rangking pertama. Ketinggian itu dilihat dari berbagai perspektif, misalnya sudut kepribadian, jasa-jasa dan prestasi beliau dalam menyebarkan ajaran Islam pada waktu yang relatif singkat. Kesuksesan beliau dalam berbagai bidang merupakan dimensi lain kemampuan sebagai leader dan manajer yang menambah keyakinan akan kebenaran Rasul.
Dikatakan leader karena beliau selalu tampil di muka, menampilkan keteladanan, dan kharisma sehingga mampu mengarahkan, membimbing dan menjadi panutan. Dikatakan manajer karena beliau pandai mengatur pekerjaan atau bekerja sama dengan baik, melakukan perencanaan, memimpin dan mengendalikannya untuk mencapai sasaran.
Umat Islam memandang Muhammad saw bukan hanya sebagai pembawa agama terakhir (Rasul) – yang sering disebut orang sebagai pemimpin spiritual, tetapi sebagai pemimpin umat, pemimpin agama, pemimpin negara, komandan perang, qadi (hakim), suami yang adil, ayah yang bijak sekaligus pemimpin bangsa Arab dan dunia.
 Peran yang sangat komplek ini telah diperankan dengan baik oleh Nabi Muhammad saw., sehingga menjadi dasar bagi umatnya sampai akhir zaman. Hal ini menunjukkan bahwa peran Nabi Muhammad saw. sebagai pemimpin umat sangat besar pengaruhnya. Perwujudan kepemimpinan beliau dengan memberi pendidikan dan pengajaran yang baik kepada umat dengan keteladanan yang baik (uswatun hasanah).
Pada dasarnya Islam memandang bahwa setiap manusia merupakan pemimpin. Sehingga setiap umat Islam sebagai pemimpin yang beriman harus berusaha secara maksimal untuk meneladani kepemimpinan Rasulullah sebagai konkretisasi kepemimpinan Allah SWT., untuk itu Allah SWT. memfirmankan agar mentaati Rasulullah, baik berdasarkan sabda dan perilakunya, maupun diamnya beliau dalam menghadapi dan menyelesaikan berbagai masalah kehidupan.
Hal ini sesuai dengan firman Allah surat An-Nisa’:64
وَمَآ أَرْسَلْنَا مِن رَّسُولٍ إِلَّا لِيُطَاعَ بِإِذْنِ ٱللَّهِ وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذ ظَّلَمُوأَنفُسَهُمْ جَآءُوكَ فَٱسْتَغْفَرُوا ٱللَّهَ وَٱسْتَغْفَرَ لَهُمُ ٱلرَّسُولُ لَوَجَدُواٱللَّهَ تَوَّابًا رَّحِيمًا [٤:٦٤]
“Dan kami tidak mengutus seseorang Rasul, melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasul-pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah maha penerima taubat lagi maha penyayang”.(Q.S. An-Nisa:64).
Firman Allah di atas dengan jelas memerintahkan agar setiap umat Islam mematuhi dan taat pada perintah Allah dan Rasulullah. Allah SWT juga menerangkan bahwa setiap Rasul yang diutus oleh-Nya kedunia ini dari dahulu sampai kepada NabiMuhammad saw wajib ditaati dengan izin (perintah) Allah karean tugas risalah mereka adalah sama yaitu untuk menujukan umat manusia kejalan yang benar dan kebahgiaan hidup didunia dan akhirat.
Diterangkan pula dalam sebuah hadits bahwa Nabi Muhammad senantiasa menganjurkan setiap orang untuk mentaati pemimpinya, selama mereka tidak menyuruh berbuat maksiat dan kemungkaran terhadap Allah.
“Dari Abi Hurairah dari rasulullah sesungguhnya telah berkata : dia yang tat kepadaku berarti mentaati Allah dan dia yang tidak patuh padaku berarti tidak mentaati Allah. Dan dia yang mentaati Amir berarti mentaati Aku, dan yang tidak mentaati Amir berarti tidak mematuhi aku” (HR. Muslim).
Baik dari surat An-Nisa’ ayat 64 maupun hadits diatas menerangkan bahwa kita diperintahkan untuk taat kepada pemimpin yang harus disandarkan pada izin Allah, ini berarti setiap ketaatan orang pada pemimpinya, rakyat pada pemerintah dan anak pada orang tua semata-mata karena izin Allah.
Selanjutnya di bawah ini akan diketengahkan usaha mencari dan menggali sesuatu yang dapat dan harus diteladani dari kepemimpinan Nabi Muhammad saw. , yaitu:



1)     Kepribadian yang Tangguh
Nabi Muhammad saw. adalah sosok yang sangat kuat baik pada masa kecilnya, dewasanya bahkan sampai wafatnya menunjukkan sikap yang sangat kuat teguh pendirian (istiqamah). Sejak pertamanya beliau tidak terpengaruh oleh kondisi masyarakat di sekitar yang terkenal kebobrokan dan kejahiliahannya, menyembah berhala dan patung. Kepribadian itulah yang menjadi dasar atau landasan yang kokoh bagi seorang pemimpin, karena hal itu bermakna juga sebagai seseorang yang memiliki prinsip hidup yang kokoh dan kuat.

2)     Kepribadian dan Akhlak Terpuji.
Kepribadian yang terpuji ini memiliki beberapa sifat yang terhimpun dalam pribadi Nabi Muhammad disebut sifat wajib Rasul meliputi shiddiq, amanah, tabligh danfathanah. Bertolak dari sini dapat dikatakan bahwa Rasul (termasuk Muhammad) pasti tidak memiliki sifat-sifat sebaliknya, yang disebut sifat-sifat mustahil – sifat dimaksud yakni kiz’b, khiyanah, kitman dan baladah. Namun Rasul sebagai manusia pasti memiliki sifat jaiz, yakni sifat-sifat kemanusiaan yang tidak menurunkan derajat atau martabat beliau sebagai utusan Allah. Dalam sifat jaiz ini Rasul tidak dapat menghindar dari ujian dan cobaan Allah SWT. seperti rasa sedih, sabar, dan tabah.


Sifat wajib dan sifat jaiz yang dimiliki Rasul tanpa memiliki sifat mustahil, sangat menunjang pelaksanaan kepemimpinan yang beliau laksanakan. Kondisi itu mengakibatkan kepemimpinan Nabi Muhammad berbeda prinsipil dari kepemimpinan manusia biasa.
Dalam segala hal, akhlak Nabi Muhammad adalah Al-Qur'an sebagaimana komentar yang diungkapkan oleh Nasih Ulwan yang dikutip oleh Slamet Untung mengatakan bahwa Muhammad adalah refleksi hidup keutaman Al-Qur'an, ilustrasi dimanis tentang petunjuk- petunjuk Al-Qur'an yang abadi.[8]
Dalam rangka menciptakan standar al-akhlakul al-karimah yang tinggi, Muhammadmengajar manusia dengan menggunakan keteladanan dalam keseluruhan metodenya, hal ini dapat dilihat dari seluruh perilaku beliau yang merefleksikan nilai-nilaipendidikan. Dengan mengambil keteladanan dari kehidupan Nabi saw berkaitan denganpendidikan akhlak Nabi, beliau sendiri menegaskan dalam salah satu hadits yang sudah dikenal luas dikalangan pengikutnya :

“Tidaklah aku diutus kecuali untuk menyempurnakan akhlak.” (H.R. Ahmad)

Dari poin ini dapat dipahami bahwa inti dari kepemimpinan pendidikan NabiMuhammad adalah penanaman dan pengembangan sistem akidah, ubudiyah dan muamalah yang berorientasi pada akhlakul karimah.

3)     Kepribadian yang Sederhana.
Beliau mengajarkan pada umatnya untuk hidup sederhana dan tidak berlebih-lebihan. Ini bukan berarti beliau mengerjakan kemiskinan pada manusia, tetapi beliau menyuruh umat Islam untuk selalu tampil sederhana dengan melakukan sedekah pada orang lain dan saling membantu. Sikap hidup sederhana Nabi Muhammad saw. beliau tunjukkan dalam hidup sehari-harinya. Entah dalam keadaan damai ataupun perang di antara para pengikutnya atau di antara orang-orang kafir dan musuh-musuhnya, NabiMuhammad saw. Selalu menjadi teladan. Beliau memperlakukan orang dengan penuhkesopanan dalam semua kesempatan. Setelah memperoleh kemenangan beliau lebih sederhana, peramah dan pemurah hati, bahkan memberikan maaf dan pengampunan pada musuh-musuhnya.
Pada masa penaklukan kota Makkah beliau memaafkan hampir semua musuhnya yang telah menganiayanya dan para sahabatnya selama 13 tahun. Bahkan sebagai kepala negara, rutinitas hariannya sangat sederhana dan merefleksikan sikapnya yang rendah hati. Beliau memperbaiki dan menjahit pakaiannya yang sobek dan menambal sepatunya sendiri. Beliau biasa memerah susu kambing piaraannya dan membersihkan lantai rumahnya yang sederhana. Sikap ini benar-benar menunjukkan betapa sederhananya Nabi dalam hidupnya, meskipun beliau seorang pemimpin besar.
Kepemimpinan Nabi Muhammad saw. berjalan di atas nilai-nilai Islam yang berhasil menanamkan keimanan, ketakwaan, kesetiaan dan semangat juang untuk membela kebenaran dan mempertahankan hak selain beroleh bantuan Allah SWT.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Pada dasarnya Tipe kepemimpinan ini bukan suatu hal yang mutlak untuk diterapkan, karena pada dasarnya semua jenis gaya kepemimpinan itu memiliki keunggulan masing-masing. Pada situasi atau keadaan tertentu dibutuhkan gaya kepemimpinan yang otoriter, walaupun pada umumnya gaya kepemimpinan yang demokratis lebih bermanfaat. Oleh karena itu dalam aplikasinya, tinggal bagaimana kita menyesuaikan gaya kepemimpinan yang akan diterapkan dalam keluarga, organisasi/perusahan sesuai dengan situasi dan kondisi yang menuntut diterapkannnya gaya kepemimpinan tertentu untuk mendapatkan manfaat.
Sumber :