BAB I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Adakah manusia yang
mampu mengubah kekufuran menjadi keimanan, kemusyrikan menjadi ketauhidan, dan
kemaksiatan menjadi ketaatan dalam suatu negara besar hanya dalam waktu 23
tahun? Ya, Rasulullah SAW telah membuktikannya. Beliau mampu melakukan itu
dengan kepemimpinan yang luar biasa.
BAB II
PEMBAHASAN
a.
Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan
memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama.
Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi,
memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk
memperbaiki kelompok dan budayanya. Sedangkan kekuasaan adalah kemampuan untuk
mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan pap yang diinginkan pihak lainnya.”The art of influencing and
directing meaninsuch away to abatain their willing obedience, confidence,
respect, and loyal cooperation in order to accomplish the mission”.
Kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhidan menggerakkan orang – orang
sedemikian rupa
untuk memperoleh kepatuhan, kepercayaan, respek, dan kerjasama secara royal untuk menyelesaikan tugas – Field Manual 22-100.
untuk memperoleh kepatuhan, kepercayaan, respek, dan kerjasama secara royal untuk menyelesaikan tugas – Field Manual 22-100.
b.
Tipe-tipe Kepemimpinan
1. Tipe Kepemimpinan Kharismatis
Tipe
kepemimpinan karismatis memiliki kekuatan energi, daya tarik dan pembawaan yang
luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia mempunyai pengikut yang
sangat besar jumlahnya dan pengawal-pengawal yang bisa dipercaya. Kepemimpinan
kharismatik dianggap memiliki kekuatan ghaib (supernatural power) dan
kemampuan-kemampuan yang superhuman, yang diperolehnya sebagai karunia Yang
Maha Kuasa. Kepemimpinan yang kharismatik memiliki inspirasi, keberanian, dan
berkeyakinan teguh pada pendirian sendiri. Totalitas kepemimpinan kharismatik
memancarkan pengaruh dan daya tarik yang amat besar.
2. Tipe Kepemimpinan Paternalistis/Maternalistik
Kepemimpinan paternalistik
lebih diidentikkan dengan kepemimpinan yang kebapakan dengan sifat-sifat
sebagai berikut: (1) mereka menganggap bawahannya sebagai manusia yang
tidak/belum dewasa, atau anak sendiri yang perlu dikembangkan, (2) mereka
bersikap terlalu melindungi, (3) mereka jarang memberikan kesempatan kepada
bawahan untuk mengambil keputusan sendiri, (4) mereka hampir tidak pernah memberikan
kesempatan kepada bawahan untuk berinisiatif, (5) mereka memberikan atau hampir
tidak pernah memberikan kesempatan pada pengikut atau bawahan untuk
mengembangkan imajinasi dan daya kreativitas mereka sendiri, (6) selalu
bersikap maha tahu dan maha benar.
Sedangkan tipe kepemimpinan
maternalistik tidak jauh beda dengan tipe kepemimpinan paternalistik, yang
membedakan adalah dalam kepemimpinan maternalistik terdapat sikap over-protective atau terlalu melindungi yang sangat
menonjol disertai kasih sayang yang berlebih lebihan.
3. Tipe Kepemimpinan Otokratis (Outhoritative,
Dominator)
Kepemimpinan otokratis memiliki ciri-ciri antara lain: (1) mendasarkan
diri pada kekuasaan dan paksaan mutlak yang harus dipatuhi, (2) pemimpinnya
selalu berperan sebagai pemain tunggal, (3) berambisi untuk merajai situasi,
(4) setiap perintah dan kebijakan selalu ditetapkan sendiri, (5) bawahan tidak
pernah diberi informasi yang mendetail tentang rencana dan tindakan yang akan
dilakukan, (6) semua pujian dan kritik terhadap segenap anak buah diberikan
atas pertimbangan pribadi, (7) adanya sikap eksklusivisme, (8) selalu ingin
berkuasa secara absolut, (9) sikap dan prinsipnya sangat konservatif, kuno,
ketat dan kaku, (10) pemimpin ini akan bersikap baik pada bawahan apabila
mereka patuh.
4. Tipe Kepemimpinan Demokratis
Kepemimpinan demokratis
berorientasi pada manusia dan memberikan bimbingan yang efisien kepada para
pengikutnya. Terdapat koordinasi pekerjaan pada semua bawahan, dengan penekanan
pada rasa tanggung jawab internal (pada diri sendiri) dan kerjasama yang baik.
kekuatan kepemimpinan demokratis tidak terletak pada pemimpinnya akan tetapi
terletak pada partisipasi aktif dari setiap warga kelompok.
Kepemimpinan demokratis
menghargai potensi setiap individu, mau mendengarkan nasehat dan sugesti
bawahan. Bersedia mengakui keahlian para spesialis dengan bidangnya
masing-masing. Mampu memanfaatkan kapasitas setiap anggota seefektif mungkin
pada saat-saat dan kondisi yang tepat.
KEPEMIMPINAN PADA ZAMA NABI MUHAMMAD
SAW
Dalam suatu telaah terhadap
seratus tokoh berpengaruh di dunia, Muhammad saw diakui sebagai seorang tokoh yang paling berpengaruh dan menduduki rangking pertama. Ketinggian itu dilihat
dari berbagai perspektif, misalnya sudut kepribadian, jasa-jasa dan prestasi
beliau dalam menyebarkan ajaran Islam pada waktu yang relatif singkat.
Kesuksesan beliau dalam berbagai bidang merupakan dimensi lain kemampuan
sebagai leader dan manajer yang menambah keyakinan akan
kebenaran Rasul.
Dikatakan leader karena beliau
selalu tampil di muka, menampilkan keteladanan, dan kharisma sehingga mampu
mengarahkan, membimbing dan menjadi panutan. Dikatakan manajer karena beliau
pandai mengatur pekerjaan atau bekerja sama dengan baik, melakukan perencanaan,
memimpin dan mengendalikannya untuk mencapai sasaran.
Umat Islam memandang Muhammad saw bukan hanya sebagai pembawa
agama terakhir (Rasul) – yang sering disebut orang sebagai pemimpin spiritual,
tetapi sebagai pemimpin umat, pemimpin agama, pemimpin negara, komandan perang,
qadi (hakim), suami yang adil, ayah yang bijak sekaligus pemimpin
bangsa Arab dan dunia.
Peran yang sangat komplek ini telah diperankan dengan baik oleh
Nabi Muhammad saw., sehingga menjadi dasar
bagi umatnya sampai akhir zaman. Hal ini menunjukkan bahwa peran Nabi Muhammad saw. sebagai pemimpin umat
sangat besar pengaruhnya. Perwujudan kepemimpinan beliau dengan memberi pendidikan dan pengajaran yang baik kepada umat dengan keteladanan yang baik
(uswatun hasanah).
Pada dasarnya Islam memandang
bahwa setiap manusia merupakan pemimpin. Sehingga setiap umat Islam sebagai
pemimpin yang beriman harus berusaha secara maksimal untuk meneladani
kepemimpinan Rasulullah sebagai konkretisasi kepemimpinan Allah SWT., untuk itu
Allah SWT. memfirmankan agar mentaati Rasulullah, baik berdasarkan sabda dan
perilakunya, maupun diamnya beliau dalam menghadapi dan menyelesaikan berbagai
masalah kehidupan.
Hal ini sesuai dengan firman Allah surat An-Nisa’:64
وَمَآ أَرْسَلْنَا مِن رَّسُولٍ
إِلَّا لِيُطَاعَ بِإِذْنِ ٱللَّهِ وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذ ظَّلَمُوأَنفُسَهُمْ جَآءُوكَ فَٱسْتَغْفَرُوا
ٱللَّهَ وَٱسْتَغْفَرَ لَهُمُ ٱلرَّسُولُ لَوَجَدُواٱللَّهَ تَوَّابًا رَّحِيمًا
[٤:٦٤]
“Dan kami tidak mengutus seseorang Rasul, melainkan untuk ditaati
dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya
datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasul-pun
memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah maha penerima
taubat lagi maha penyayang”.(Q.S. An-Nisa:64).
Firman Allah di atas dengan jelas memerintahkan agar setiap umat Islam
mematuhi dan taat pada perintah Allah dan Rasulullah. Allah SWT juga
menerangkan bahwa setiap Rasul yang diutus oleh-Nya kedunia ini dari dahulu
sampai kepada NabiMuhammad saw wajib ditaati dengan izin
(perintah) Allah karean tugas risalah mereka adalah sama yaitu untuk menujukan
umat manusia kejalan yang benar dan kebahgiaan hidup didunia dan akhirat.
Diterangkan pula dalam sebuah
hadits bahwa Nabi Muhammad senantiasa menganjurkan setiap
orang untuk mentaati pemimpinya, selama mereka tidak menyuruh berbuat maksiat
dan kemungkaran terhadap Allah.
“Dari Abi Hurairah dari rasulullah sesungguhnya telah berkata :
dia yang tat kepadaku berarti mentaati Allah dan dia yang tidak patuh padaku
berarti tidak mentaati Allah. Dan dia yang mentaati Amir berarti mentaati Aku,
dan yang tidak mentaati Amir berarti tidak mematuhi aku” (HR. Muslim).
Baik dari surat An-Nisa’ ayat
64 maupun hadits diatas menerangkan bahwa kita diperintahkan untuk taat kepada
pemimpin yang harus disandarkan pada izin Allah, ini berarti setiap ketaatan
orang pada pemimpinya, rakyat pada pemerintah dan anak pada orang tua semata-mata
karena izin Allah.
Selanjutnya di bawah ini akan diketengahkan usaha
mencari dan menggali sesuatu yang dapat dan harus diteladani dari kepemimpinan
Nabi Muhammad saw. , yaitu:
1) Kepribadian yang Tangguh
Nabi Muhammad saw. adalah sosok yang sangat
kuat baik pada masa kecilnya, dewasanya bahkan sampai wafatnya menunjukkan
sikap yang sangat kuat teguh pendirian (istiqamah). Sejak pertamanya beliau
tidak terpengaruh oleh kondisi masyarakat di sekitar yang terkenal kebobrokan
dan kejahiliahannya, menyembah berhala dan patung. Kepribadian itulah yang
menjadi dasar atau landasan yang kokoh bagi seorang pemimpin, karena hal itu
bermakna juga sebagai seseorang yang memiliki prinsip hidup yang kokoh dan kuat.
2) Kepribadian dan Akhlak Terpuji.
Kepribadian yang terpuji ini
memiliki beberapa sifat yang terhimpun dalam pribadi Nabi Muhammad disebut sifat wajib Rasul
meliputi shiddiq, amanah, tabligh danfathanah. Bertolak
dari sini dapat dikatakan bahwa Rasul (termasuk Muhammad) pasti tidak memiliki sifat-sifat sebaliknya, yang
disebut sifat-sifat mustahil – sifat dimaksud yakni kiz’b, khiyanah, kitman dan baladah. Namun Rasul sebagai manusia
pasti memiliki sifat jaiz, yakni sifat-sifat kemanusiaan yang tidak menurunkan derajat atau
martabat beliau sebagai utusan Allah. Dalam sifat jaiz ini Rasul tidak dapat
menghindar dari ujian dan cobaan Allah SWT. seperti rasa sedih, sabar, dan
tabah.
Sifat wajib dan sifat jaiz yang
dimiliki Rasul tanpa memiliki sifat mustahil, sangat menunjang pelaksanaan
kepemimpinan yang beliau laksanakan. Kondisi itu mengakibatkan kepemimpinan
Nabi Muhammad berbeda prinsipil dari
kepemimpinan manusia biasa.
Dalam segala hal, akhlak Nabi Muhammad adalah Al-Qur'an sebagaimana
komentar yang diungkapkan oleh Nasih Ulwan yang dikutip oleh Slamet Untung
mengatakan bahwa Muhammad adalah refleksi hidup keutaman Al-Qur'an, ilustrasi dimanis
tentang petunjuk- petunjuk Al-Qur'an yang abadi.[8]
Dalam rangka menciptakan standar al-akhlakul al-karimah yang tinggi, Muhammadmengajar manusia dengan menggunakan keteladanan dalam
keseluruhan metodenya, hal ini dapat dilihat dari seluruh perilaku beliau yang merefleksikan nilai-nilaipendidikan. Dengan
mengambil keteladanan dari kehidupan Nabi saw berkaitan denganpendidikan akhlak Nabi, beliau sendiri menegaskan dalam salah satu hadits
yang sudah dikenal luas dikalangan pengikutnya :
“Tidaklah aku diutus kecuali untuk menyempurnakan akhlak.” (H.R.
Ahmad)
Dari poin ini dapat dipahami bahwa inti dari kepemimpinan pendidikan NabiMuhammad adalah penanaman dan pengembangan sistem akidah, ubudiyah dan
muamalah yang berorientasi pada akhlakul karimah.
3) Kepribadian yang Sederhana.
Beliau mengajarkan pada umatnya
untuk hidup sederhana dan tidak berlebih-lebihan. Ini bukan berarti beliau
mengerjakan kemiskinan pada manusia, tetapi beliau menyuruh umat Islam untuk
selalu tampil sederhana dengan melakukan sedekah pada orang lain dan saling membantu. Sikap hidup sederhana Nabi Muhammad saw. beliau tunjukkan dalam hidup sehari-harinya. Entah dalam
keadaan damai ataupun perang di antara para pengikutnya atau di antara
orang-orang kafir dan musuh-musuhnya, NabiMuhammad saw. Selalu menjadi teladan. Beliau memperlakukan orang dengan
penuhkesopanan dalam semua kesempatan. Setelah memperoleh kemenangan beliau lebih sederhana, peramah dan pemurah
hati, bahkan memberikan maaf dan pengampunan pada
musuh-musuhnya.
Pada masa penaklukan kota
Makkah beliau memaafkan hampir semua musuhnya yang telah menganiayanya dan para
sahabatnya selama 13 tahun. Bahkan sebagai kepala negara, rutinitas hariannya
sangat sederhana dan merefleksikan sikapnya yang rendah hati. Beliau
memperbaiki dan menjahit pakaiannya yang sobek dan menambal sepatunya sendiri.
Beliau biasa memerah susu kambing piaraannya dan membersihkan lantai rumahnya
yang sederhana. Sikap ini benar-benar menunjukkan betapa
sederhananya Nabi dalam hidupnya, meskipun beliau seorang pemimpin besar.
Kepemimpinan Nabi Muhammad saw. berjalan di atas
nilai-nilai Islam yang berhasil menanamkan keimanan, ketakwaan, kesetiaan dan
semangat juang untuk membela kebenaran dan mempertahankan hak selain beroleh
bantuan Allah SWT.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pada dasarnya Tipe kepemimpinan ini bukan suatu hal yang mutlak untuk diterapkan,
karena pada dasarnya semua jenis gaya kepemimpinan itu memiliki keunggulan
masing-masing. Pada situasi atau keadaan tertentu dibutuhkan gaya kepemimpinan
yang otoriter, walaupun pada umumnya gaya kepemimpinan yang demokratis lebih
bermanfaat. Oleh karena itu dalam aplikasinya, tinggal bagaimana kita
menyesuaikan gaya kepemimpinan yang akan diterapkan dalam keluarga,
organisasi/perusahan sesuai dengan situasi dan kondisi yang menuntut
diterapkannnya gaya kepemimpinan tertentu untuk mendapatkan manfaat.
Sumber :